Glitter Words

Plaza Pulsa | Master Dealer Pulsa Electrik Termurah

Selasa, 20 Desember 2011

Sakit Lupa dan Lupa Sakit


Seorang pria bertanya kepada temannya, ”Apa yang kamu ingat tentang Nunun Nurbaetie?”. Temannya menjawab, ”Lupa”. Pria yang kurang puas dengan jawaban temannya itu terus mendesak, ”Masa’ sih kamu lupa dengan Nunun?”

Merasa ada yang salah, temannya itu kemudian menjelaskan bahwa ia bukannya lupa dengan Nunun, tetapi memang yang dia ingat ketika mendengar nama Nunun adalah lupa.

Ya, Nunun Nurbaetie memang bukan selebriti, tetapi namanya hampir selalu muncul di media. Selain seputar kasus yang membelitnya, pemberitaan Nunun seringkali dikaitkan dengan penyakit yang menurut pengakuannya sedang diidapnya, yaitu sakit lupa.

Sebenaranya bukan hanya Nunun yang mengidap sakit lupa. Saya yakin anda tidak lupa dengan ’kelupaan’ Nazaruddin, Andi Nurpati, dan Andi Mallarangeng. Tetapi baiklah, supaya tidak lupa, saya kembali kutipkan ’kelupaan’ mereka.

”Saya lupa semuanya, tak tahu apa-apa.” Nazaruddin, Anggota DPR RI.

“Dia (Masyhuri) datang ke KPU, kemudian bertemu dengan saya, kalau tanggal dan peristiwa saya tidak ingat. Bahwa Masyhuri pernah ke ruangan saya bertemu saya, iya. Kalau isi pembicaraan itu sih saya tidak ingat,” Andi Nurpati, mantan anggota KPU.

”Saya tidak ingat panggil atau tidak tapi bisa saja kalau ada pembicaraan dengan anggota dewan, saya minta staf saya mendampingi,” tukas Menpora Andi Mallarangeng saat ditanya apakah dia memanggil Sekretaris Menpora Wafid Muharam untuk mengikuti rapat dengan Banggar DPR atau tidak.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lupa mempunyai empat arti: lepas dari ingatan; tidak dalam pikiran, tidak teringat, tidak sadar, dan lalai. Sedangkan menurut ilmu kedokteran, lupa dikategorikan sebagai penyakit penurunan daya ingat atau demensia. Ya, betul, kata lainnya adalah pikun.

Siapa yang mau pikun? Saya yakin, 99% menjawab tidak mau. Kok tidak 100%? Ya, itu saya sengaja alokasikan untuk mereka yang lupa untuk berkata tidak mau.

Meskipun banyak orang yang tidak mau pikun, nyatanya banyak lho yang menjadikan lupa sebagai mantera untuk menyelamatkan diri dari kesalahan dan jerat hukum. Hal ini mungkin tak lepas dari sikap permisif kita. Misalnya, tak jarang kita mendengar pemeo, ”lupa itu manusiawi”, atau, ”Kalau lupa ya ndak apa-apa. Ndak dosa”, dan ”Namanya juga lupa. Mau apa lagi?”. Nah lho!

Andi Mallarangeng, Andi Nurpati, dan Nazaruddin adalah sebagian kecil yang menggunakan mantera lupa untuk lepas dari kesalahan. Bahkan ada lho yang selain mengidap penyakit lupa, juga mampu mengoptimalkan sakitnya itu untuk tujuan-tujuan tertentu. Dia bahkan mampu melupakan diri, dan membuat lupa banyak orang. Siapakah dia? Ya, dia adalah negara!

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasal 29 mengatur “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Tetapi, entah negara sedang lupa, melupakan diri, atau pura-pura lupa dengan hal itu, karena kenyataannya masih banyak penganut agama yang kesulitan untuk beribadah.

Masih dalam UUD 1945. Kali ini dari pasal 34 yang berbunyi, ”Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Tetapi sekali lagi, entah sedang lupa, melupakan diri, atau pura-pura lupa, negara cenderung abai dengan hal itu.

Tak sekadar mengidap sakit lupa, negara juga patut diduga lihai menyebarkan virus lupa. Cara menyebarkan virus lupa adalah dengan memunculkan kasus yang lebih besar manakala timbul suatu kasus yang ’nyerempet’ kepentingan penguasa. Alhasil, rakyat akan melupakan kasus lama dan memerhatikan kasus baru. Demikian seterusnya. Contohnya? Ah, masa Anda lupa?

Eladalah! Saya sampai lupa harus mengakhiri tulisan ini. Ya sudah, saya akhiri tulisan ini dengan ngelus dada sambil berharap agar mereka lupa kalau sedang sakit lupa!

~ @thriologi ~

1 komentar: